Selasa, 19 November 2013

POTENSI BLOK SIAK DAN TANTANGAN PENGELOLAANNYA KE DEPAN SETELAH 27 NOVEMBER 2013

 
 
Selama 10 tahun terakhir, satu-per-satu ladang minyak di Riau yang dikelola perusahaan asing dilepas kepada pemerintah daerah setelah kontraknya berakhir. Pada 2002, CPP Block berpindah tangan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada konsorsium PT. Pertamina dan BUMD Kab. Siak PT. Bumi Siak Pusako (BSP). Setelah itu Blok Langgak (Mountain Front Kuantan, MFK) yang awalnya juga dikelola CPI, sejak 2010 dikuasai penuh BUMD Pemprov Riau PT. Sarana Pembangunan Riau (SPR).
 
Pada tanggal 27 November 2013 nanti, ada dua ladang minyak lagi akan habis kontraknya, yaitu South and Central Sumatera Block (Medco E&P Indonesia) dan Siak Block (CPI). Tulisan ini mencoba mengupas sedikit potensi ekonomi yang dimiliki Siak Block.
1. Siak Block berlokasi di di Kabupaten Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis, yang dikelola oleh Chevron. Dengan operator PT Chevron Pacific Indonesia dengan luas areal 8.314 km2 (original) dan 2.480,47 km2 (present size).
2. South and Central Sumatera Block berlokasi di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, yang dikelola oleh PT. Medco E&P Indonesia dengan luas areal 10.216 km2 (original) dan 4.451,10 km2 (present size).
 

SEKILAS BLOK SIAK
Ladang minyak Siak Block terhampar pada lima kabupaten yaitu Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis. Eksploitasi Siak Block dimulai CPI pada 1963, dan sejak 1991 kontrak CPI diperbaharui dengan sistem bagi hasil. Siak Block terdiri dari dua lapangan utama, yaitu Lindai Field dan sebagian Batang Field. Produksi Lindai Field sekitar 1.300 barrel of oil per day (bopd) dengan peluang peningkatan melalui penambahan sumur sisipan dan aplikasi teknologi waterflood. Sedangkan Batang Field yang 65% dalam konsesi Siak Block, memproduksi sekitar 1.200 bopd minyak kental/berat, dan dapat ditingkatkan dengan teknologi pemanasan minyak di dalam reservoir, penambahan jumlah sumur, dan merapatkan spacing (jarak pengurasan antar sumur).
Jika dirata-ratakan, produksi Siak Block sekitar 2 ribu bopd. Dibanding Blok Langgak dengan produksi sekitar 800 bopd (data tahun 2013), Siak Block adalah ladang tua yang masih menawan di mata investor. Ada peluang untuk meningkatkan produksi minyaknya dengan mengaplikasikan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), baik dengan injeksi Surfaktan maupun kombinasi Alkalin, Surfaktan, dan Polymer.
 
Sejarah pengelolaan migas di Siak Block memang sudah cukup panjang. Sebagai sumber daya alam migas, Siak Block pada awalnya dikenal sebagai C&T Siak Block. Dimana pada saat itu Pemerintah Indonesia mempercayakan kontrak pengelolaannya kepada Calastic & Topco yang ditandatangani pada tanggal 28 Nopember 1963. Siak Block sendiri terdiri dari 3 lapangan, yaitu Siak Block Area I, II dan III. Jika dilihat cakupan wilayah Siak Block meliputi wilayah di Kabupaten Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis. Aktifitas eksplorasi dilakukan pertama kali pada tahun 1966. Pada tahun-tahun berikutnya dilakukan pengeboran eksplorasi di beberapa lapangan (field). Pada tahun 1968 dilakukan eksplorasi di lokasi Siringgo, Mahanto, Gedang, Cabang, dan Manggala. Sedangkan pada tahun 1972 dilakukan pengeboran di Gadang, Gerringgin, Kotalama, dan Rantau.
         
Adapun produksi pertama kali (Put On Production) Siak Block dilakukan setelah sumur South Manggala secara resmi berproduksi pada bulan Mei 1973. Pada tahun-tahun berikutnya kontraktor terus berusaha untuk menaikkan produksi minyak mentah (crude oil) dengan menambah sumur-sumur baru diantaranya di Batang, Kotagaro, Ujung Tanjung, Tanjung Medan, Putih, Ranting, Pukat, Tonga, Cerah, Rintis, Jingga dan Kualu. Setelah masa kontrak pengelolaan berakhir pada tahun 1991, maka Pemerintah memperpanjang kontrak dengan sistem kontrak bagi hasil (Production Sharing Contrak) pada tanggal 28 Maret 1991 dengan nama Siak Block PSC, menggantikan Siak C&T – Contract of Work.

 
POTENSI PENDAPATAN DARI SIAK BLOK
Walaupun produksinya tidak besar, Siak Block tetap menjanjikan pendapatan bagus untuk Riau. Dengan asumsi produksi rata-rata 2.000 bopd, maka merujuk metode penghitungan Rafiq Imtihan (2010), Riau berpeluang meraih keuntungan sekitar US$ 6,094 juta dari Siak Block atau sekitar Rp. 57,8 Miliar per tahun dengan asumsi US$ 1=Rp. 9.500. Dasar perhitungan dan asumsi yang digunakan adalah: harga Sumatra Light Crude (SLC) yang dihasilkan Siak Block sama dengan harga rata-rata SLC enam tahun terakhir (2005-2010) yaitu US$ 78,24 per barrel (data tahun 2013 berkisar US$ 95-100), biaya pokok produksi (BPP) diasumsikan US$ 15 per barrel, bagi hasil 85 % untuk pemerintah pusat dan 15 % untuk kontraktor, dan corporate and deviden tax sebesar 40,5 %. Melihat trend harga minyak yang terus naik dan masih terbukanya peluang meningkatkan produksi, keuntungan berpotensi naik di masa depan.
 
Dinamika Harga Crude Oil Dunia 
 


KAJIAN TEKNIS
Siak Block merupakan wilayah kerja pertambangan yang terpendam dalam Cekungan Sumatra Tengah (Central Sumatra Basin). Dimana cekungan tersebut merupakan salah satu dari tiga cekungan penghasil minyak di Sumatra bagian Timur yang berkembang sebagai cekungan-cekungan sedimentasi yang berada dibagian belakang busur vulkanik. Tiga cekungan yang berada dibelakang busur vulkanik tersebut masing-masing: NSB (North Sumatra Basin), CSB (Central Sumatra Basin) dan SSB (South Sumatra Basin).

Peta Cekungan Indonesia
 

Pemetaan Cadangan Minyak dan Gas di Indonesia
 
Secara teknis Siak Block masih cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Namun karena jumlah cadangan yang semakin menipis, maka proses produksi yang tadinya merupakan primary recovery tidak dapat dilakukan lagi. Primary recovery adalah cara mengambil minyak lewat sumur secara alamiah dengan tekanan reservoir yang ada dengan menggunakan pompa (baik pompa angguk maupun submersible). Untuk meningkatkan produksinya, PT Chevron Pacific Indonesia telah mulai melakukan Enhanced Oil Recovery pada Siak Block berupa secondary dan tertiary recovery. Secondary recovery artinya minyak harus dikeluarkan dari perut bumi dengan bantuan dorongan air (water flood) ataupun gas (gas flood). Sedangkan tertiary recovery (EOR) dilakukan dengan cara menginjeksikan air yang sudah ditambah zat kimia (surfactant), atau menginjeksikan gas yang larut dalam minyak. PT CPI selama ini telah melaksanakan Enhanced Oil Recovery dengan menggunakan surfactant-Polymer di lapangan Minas, tetapi hasilnya memang belum maksimal.

Mekanisme Recovery Minyak Bumi
 
 
Dengan demikian jika masyarakat Riau akan mengelola dan mengembangkan Siak Block, maka harus dipersiapkan dengan matang konsep Enhanced Oil Recovery yang akan dilakukan untuk memaksimalkan produksi minyak. Salah satu karateristik industri hulu migas adalah adanya biaya, teknologi dan risiko yang tinggi dalam pengelolaannya. Sehingga dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery maka perlu dipersiapkan teknologi dan biaya yang tidak sedikit.

Metode Metode Teknologi EOR

Hal-lain yang perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan Siak Block adalah adanya beberapa tantangan yang bersifat teknis operasional, diantaranya:
Pertama, dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi untuk mengelola suatu blok minyak.
Kedua, Siak Block merupakan ladang minyak yang relatif tua dengan kondisi yang mature sehingga diperlukan investasi yang besar, model bisnis yang baru dan teknologi yang cukup kompleks (complicated). EOR merupakan teknologi yang tepat dalam menaikkan produksi minyak Siak Blok
Ketiga, Fasilitas produksi yang ada sekarang sudah tua. Sehingga diperlukan revitalisasi pada seluruh fasilitas produksi agar dapat berproduksi secara maksimal.
Keempat, Fasilitas produksi yaitu pasokan listrik dan pipa distribusi produksi ke Dumai masih tergantung pada PT Chevron Pacific Indonesia. Tetapi masalah ini bisa diselesaikan dengan negosiasi dengan PT Chevron Pacific Indonesia tentang sewa pipa dan pembelian energi listrik dari PT Chevron Pacific Indonesia.
Kelima, proses pembebasan lahan untuk lokasi pemboran sulit dilakukan karena harga yang tidak standar yang mengakibatkan biaya pembebasan yang sangat tinggi dan memakan waktu lama. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan directional drilling dan horizontal drilling.
 
 
SUMMARY
Dalam kondisi ketersediaan sumber daya minyak dan gas bumi yang semakin menipis maka kegiatan eksplorasi dan pemanfaatan dan pengelolaan minyak dan gas bumi yang dimiliki masyarakat Riau menjadi penting. Sebagai daerah yang memiliki cadangan minyak dan gas bumi, Provinsi Riau masih memiliki potensi besar untuk melakukan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi merupakan industri yang berbasis sumberdaya alam yang hendaknya dilakukan secara optimal dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Riau.
 
Riau masih memiliki potensi sumber daya alam migas yang cukup besar. Sampai dengan saat ini, Riau menjadi propinsi pemasok minyak terbesar di Indonesia (sekitar 45% dari sekitar 900 ribu barrel/hari keseluruhan total produksi minyak Indonesia). Kabupaten Bengkalis memberi kontribusi 90% dari total minyak di Riau, yang dioperasikan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Hasil eksplorasi minyak ini telah menempatkan Riau sebagai salah satu daerah yang penyumbang devisa terbesar bagi negeri ini. Salah satu wacana untuk meningkatkan penerimaan bagi daerah penghasil minyak dan gas bumi adalah dengan meningkatkan peran daerah dalam pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi. Salah satu cara bagi daerah untuk dapat meningkatkan peran dalam industri migas adalah dengan menjadi Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).
 
Intinya, siapapun operator pengelolaanya nanti harus berupaya dan memiliki komitmen yang tinggi untuk menaikkan produksi di blok siak ini. Baik komitmen modal, SDM yang kuat, dan hasilnya benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Riau khusunya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Harus diingat, ketika tulisan ini saya rangkumkan (20 November 2013) masa blok siak tinggal 7 hari lagi menuju habis kontraknya tanggal 27 November 2013. Jangan sampai blok siak terhenti/stop sementara waktu gara-gara belum adanya keputusan yang jelas dari pemerintah pusat (ESDM). Karena apabila sampai sumur-sumur minyak tersebut dimatikan sementara waktu, maka untuk menaikkan produksinya akan sulit lagi.
 
 
Oleh : Zulfikar, ST (Professional Petroleum Engineer-CEOR)
           dirangkum dari beberapa sumber


Kamis, 24 Oktober 2013

STUDI LABORATORIUM SCREENING CHEMICAL EOR SURFAKTAN

          Studi laboratorium untuk penentuan rancangan fluida injeksi kimia diperlukan sebelum implementasinya di lapangan minyak. Untuk meningkatkan produksi suatu lapangan minyak, perlu dilakukan serangkaian studi yang meliputi beberapa tahap pekerjaan, seperti screening surfaktan, screening alkalin, pencampuran alkaline-surfaktan, dan core flooding. Screening surfaktan dilakukan untuk memastikan kandidat surfaktan yang digunakan cocok (compatible) dengan air formasi. Screening alkaline dilakukan untuk memberikan nilai salinity yang optimum bagi surfactant untuk menunrunkan tegangan antar muka (IFT) antara minyak dan air. Dengan demikian, kombinasi antara surfaktan dan alkaline nantinya dapat mengoptimalkan injeksi kimia yang akan kita design.
Injeksi kimia merupakan teknologi EOR yang sangat menjanjikan, terutama pada lapangan-lapangan dangkal yang tidak mungkin dilakukan injeksi gas CO2 atau N2 karena tekanan rekahnya yang rendah. Data-data lapangan membuktikan injeksi kimia sebagai cara efektif untuk me-recover minyak yang masih tersisa. Hasil evaluasi penelitian laboratorium secara mendetail juga mendukung kelayakan injeksi kimia. Apalagi, chemical yang digunakan sekarang ini terbukti mampu bekerja lebih efektif pada konsentrasi 10 kali lipat lebih rendah dibanding chemical hasil penemuan terdahulu. Tentu saja ini menjadi hal yang penting karena berarti chemical cost menjadi lebih rendah. Injeksi kimia dilakukan dengan menginjeksikan chemical seperti surfaktan, polimer dan alkali baik secara sendiri, gabungan atau berkelanjutan pada sumur-sumur tua yang diyakini masih mengandung minyak potensial. Material tersebut menyebabkan perubahan pada interaksi batuan dengan fluida dan meningkatkan recovery factor meningkat pada daerah kontak reservoir. Sebelum implementasi injeksi kimia dilaksanakan di lapangan minyak, perlu dilakukan beberapa tahap studi laboratorium. Pada lab EOR screening ini, chemical yang digunakan adalah gabungan surfaktan dan alkaline. Oleh karena itu, tahapan studi yang dilakukan adalah screening surfaktan, screening alkalin, pencampuran surfaktan dan alkaline, dan yang terakhir dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kinerja chemical yang digunakan adalah core flooding.
 
 
SCREENING SURFACTANT
          Surfaktan adalah senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik dimana apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, dapat merubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Untuk meningkatkan recovery minyak secara optimum, sejumlah uji terhadap surfaktan dilakukan di laboratorium seperti uji kompatibilitas, uji pengukuran IFT, uji kestabilan terhadap panas, uji filtrasi dan uji adsorpsi sebelum implementasi injeksi surfaktan di suatu lapangan minyak.
 
Gambar 1. Overview Surfaktan (Sumber Pribadi)
 

Gambar 2. Beberapa Sample Surfaktan 
 
 
1. Uji Kompatibilitas Surfaktan
Uji kompatibilitas merupakan uji screening paling awal untuk mengetahui apakah suatu jenis surfaktan compatible dengan air formasi dari reservoar suatu lapangan minyak. Surfaktan-surfaktan tersebut dilarutkan dalam air formasi lapangan, dengan konsentrasi 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.5%, dan 1.0%. Kemudian masing-masing larutan dimasukkan dalam tabung, dan dilakukan pengamatan tiap waktu tertentu.
 
2. Phase Behavior Test
Uji kelakuan fasa bertujuan untuk melihat besar nilai salinitias optimum dan kelarutan surfactant terhadap sample minyak. Dengan phase behavior test ini kita juga dapat menghitung besarnya IFT yang di bentuk oleh surfactant yang kita uji. Banyak di beberapa paper SPE menyebutkan bahwa phase behavior test ini merupakan tahapan test yang lebih cepat dan memudahkan dalam menentukan nilai IFT dan efektifitas performance larutan surfactant yang kita screen.

Gambar 3. Diagram Pseudoterner Brine-Surfaktan-Minyak
Dalam proses EOR, bagian penting Diagram Terner adalah daerah tiga fasa. Bentuk umum diagram terner tersebut dapat diklasifikasikan sebagai: tipe II(-), yaitu emulsi fasa bawah dan kelebihan fasa minyak; tipe II (+), yaitu emulsi fasa atas dengan kelebihan fasa air; dan tipe III, yaitu mikroemulsi fasa tengah. Dengan uji kelakuan fasa ini, kita dapat mendapatkan informasi data salinity optimum ketika surfactant membentuk fasa III, yang mana secara betuk microemulsi yang terbentuk secara analitik akan memberikan nilai IFT yang kecil sesuai standar chemical EOR surfactant yang mana nilai IFT nya 1 x 10-3 mN/m.
 
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar muka (IFT) minyak-air ketingkat yang lebih rendah. Sedangkan campuran surfaktan-air-minyak dapat membentuk emulsi fasa bawah (larut dalam air), emulsi fasa tengah (disebut mikroemulsi, larut dalam fasa minyak dan air) dan emulsi fasa atas (larut dalam minyak). Yang menjadi perhatian dalam kegiatan EOR injeksi surfaktan adalah terbentuknya mikroemulsi akibat proses emulsifikasi atau percampuran. Pada kondisi mikroemulsi, salah satu fasa menjadi fasa kontinyu (fasa external) dan yang lain membentuk butiran (fasa diskontinyu).
Gambar 4. Uji Phase Behavior
 
3. Uji Tegangan Antar Muka (IFT)
      Tegangan antar muka (interfacial tension, IFT) antara minyak dan mikroemulsi merupakan salah satu paremeter utama dalam EOR. Tegangan antar muka tersebut harus dikontrol dan ditentukan sebelum slug mikroemulsi digunakan untuk proses EOR. Pengukuran nilai tegangan antarmuka menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer pada suhu sekitar 60oC. Indikasi dari kinerja surfaktan adalah menurunnya tegangan antarmuka minyak-air, semakin rendah semakin baik. Nilai IFT yang sekarang ini diyakini bagus agar surfaktan disebut layak untuk diinjeksikan adalah sekitar 10-3 Dyne/cm.

Gambar 5. Spinning Drop Tensiometer
4. Uji Thermal Stability
     Setelah dilakukannnya uji tegangan antar muka (IFT) surfaktan dengan minyak dan air, maka surfaktan yang memiliki nilai IFT yang rendah sesuai syarat EOR yaitu 1 x 10-3 mN/m, maka dilanjutkan dengan melakukan uji thermal stability. Uji thermal stability dilakukan untuk mengetahui ketahanan surfaktan terhadap panas. Surfaktan yang bagus, kinerjanya akan tetap stabil oleh pengaruh panas. Uji ini dilakukan dengan cara memasukkan larutan pada botol borosilikat yang tertutup rapat kemudian diletakkan pada oven pada temperatur reservoir, yaitu 60oC. Tiap waktu tertentu dilakukan pengamatan. Diharapkan hasil pengamatan stabil yang berarti surfaktan tidak rusak oleh panas.
5. Filtration Test
     Uji filtrasi dilakukan dengan melewatkan 100 ml larutan surfaktan melalui membran saring ukuran 0,22 mikron dengan diberi tekanan. Setiap 10 ml larutan surfaktan yang yang melewati kertas saring, dicatat waktunya. Kemudian dibuat grafik volume (ml) versus waktu (detik). Semua larutan surfaktan menunjukkan garis lurus, yang berarti laju alir konstan yang mengindikasikan tidak adanya penyumbatan pada saat melewati membran saring. Hasil ini harus dipenuhi agar suatu jenis surfaktan dinyatakan layak untuk diinjeksikan ke dalam batuan.
6. Uji Adsorpsi
      Ada 2 tipe uji adsorpsi, yaitu adsorpsi statik dan dinamik. Sebagaimana namanya, adsorpsi static dilakukan pada keadaan statik/diam, sedangkan adsorpsi dinamik, sebaliknya, surfaktan diinjeksikan pada core. Kemudian diukur konsentrasinya. Jika konsentrasi setelah proses adsorpsi berkurang banyak, maka jelas akan sangat mengurangi kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dan batuan. Karena berarti chemical loss yang tinggi.
Gambar 6. HPLC
 
     Hasil uji adsorpsi tersebut dianalisa dengan menggunakan alat HPLC (High Pressure Liquid Chromatography). Nantinya dri alat ini diperoleh grafik yang menunjukkan konsentrasi setiap komponet larutan yang keluar dari core. Nah nantinya dari data tersebutlah kemudian kita hitung nilai adsorpsi surfaktan terhadap batuan core reservoir.
 
CORE FLOODING
            Dari serangkaian screening lab EOR yang telah dilakukan, maka dipilihlah jenis surfactant terbaik yang menghasilkan nilai IFT yang sesuai dengan ketentuan untuk EOR chemical injeksi yaitu 1 x 10-3 mN/m. Lalu surfaktan tersebut diinjeksikan ke batuan core untuk melihat berapa persen kemampuan surfaktan dalam merecover minyak.
 
 
by: Zulfikar (Petroleum Engineer-CEOR)

Selasa, 13 Agustus 2013

DON'T MISS IT : Kuliah Umum Oil and Gas di Universitas Riau Tanggal 31 Agustus 2013, Mengenai Applikasi Teknologi EOR/IOR dalam Meningkatkan Produksi MIGAS


Kuliah Umum Oil and Gas OFFSHORE SKILL di Fakultas Teknik Universitas Riau tanggal 31 Agustus 2013. Suatu kehormatan bagi saya di minta untuk menjadi pembicara dalam kuliah umum tersebut untuk mengisi materi kuliah mengenai Applikasi Teknologi EOR/IOR dalam meningkatkan produksi Oil and Gas Indonesia. Tentunya tema ini sangat HOT!!! belakangan ini, mengingat saat ini produksi minyak Indonesia sangat turun drastis. Dengan demikian, inovasi dan teknologi baru di perlukan dalam upaya meningkatkan produksi minyak negara kita. Indonesia banyak sekali memiliki lapangan-lapangan minyak yang sudah tua (mature field). Dengan teknologi EOR ini diyakini akan dapat meningkatkan kembali produksi minyak Indonesia, di tengah lesunya aktivitas explorasi untuk menemukan cadangan baru. Bagi yang berminat buruan Daftar di Contact Person yang ada tertera di brosur di atas ya (sdr. Fernando).

Hari/Tanggal      : Sabtu/ 31 Agustus 2013
Tempat              : Ruang DPH Fakultas Teknik Universitas Riau
Waktu               : 07.30 WIB - selesai

Mudah-mudahan dapat menjadi media saling belajar dan berbagi pengentahuan bagi kita semua dalam memajukan dunai MIGAS Indonesia tercinta.


Zulfikar

Rabu, 29 Mei 2013

15 MAY 2013: KELAHIRAN PUTRI PERTAMA KAMI, ZIVANA SHAKIRA ZULFIKAR

Zivana Shakira Zulfikar

Terima kasih ya Allah. Lengkap sudah kebahagiaan yang telah engkau berikan kepadaku dan keluargaku. Alhamdulillah pada tanggal 15 Mei 2013, pukul 10.15 wib telah lahir putri pertama kami dengan Berat Badan 3 kg dan panjang badan 48 cm. Kelahirannya melalui operasi cesar di RS Chevron Duri-Riau. Semoga Zye Zye nantinya menjadi anak yang soleha, cerdas, pintar, berguna bagi nusa, bangsa, agama, dan masyarakat. Serta nantinya menjadi anak yang berbakti pada orang tua..amin ya allah... We love you so much Zye Zye.... :)


(Zulfikar, ST dan dr. Kiki Rizkita I)

Rabu, 20 Maret 2013

21 MARCH 1987 - 21 MARCH 2013



26 tahun sudah perjalanan hidup di hamparan Bumi Allah SWT…penuh dengan suka, duka, canda, dan tawa..smoga langkah kedepan semakin diberi kemudahan dan barokah.. Amin ya Allah.

Alhamdulillah di usia ke 26 tahun ini saya merayakanya dengan berstatus suami dari seorang bidadari surga yang di anugerahkan oleh Allah SWT untuk menemani dan mendampingi saya. Terima kasih ya Allah atas segala kemuliaan dan nikmat yang begitu besar yang engkau berikan kepadaku...semoga Nikmat ini selalu engkau tambah dan menjadikan hamba pribadi yang tetap rendah hati dan senang membantu sesama..Amin.


by Zukfikar 21 Maret 2013

Rabu, 13 Maret 2013

MARCH 2013

 

Bismillahirrahmanirrahiim...

March 2013, yep…this is the year where all the total actions are needed to the most. This is the year where I will push my skills to the limit…this is the year where I will determine myself to be a feasible and professional EOR/IOR and Production Technology engineer on oil and gas industry..

Ya Allah, the road is still laying out there waiting to be passed…please make things easy and guide me to the right way where You always shower your Barokah and Blessings…
Amin ya Allah...

HUFF & PUFF SURFACTANT MRP-48AS

With Engineer BJ Services
 
 
Operation Injection Huff & Puff Surfactant MRP-48AS



 
 
I am Zulfikar, EOR Engineer (Production Technology)
 
 
 
 
by: Zulfikar (private document)