Selasa, 19 November 2013

POTENSI BLOK SIAK DAN TANTANGAN PENGELOLAANNYA KE DEPAN SETELAH 27 NOVEMBER 2013

 
 
Selama 10 tahun terakhir, satu-per-satu ladang minyak di Riau yang dikelola perusahaan asing dilepas kepada pemerintah daerah setelah kontraknya berakhir. Pada 2002, CPP Block berpindah tangan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada konsorsium PT. Pertamina dan BUMD Kab. Siak PT. Bumi Siak Pusako (BSP). Setelah itu Blok Langgak (Mountain Front Kuantan, MFK) yang awalnya juga dikelola CPI, sejak 2010 dikuasai penuh BUMD Pemprov Riau PT. Sarana Pembangunan Riau (SPR).
 
Pada tanggal 27 November 2013 nanti, ada dua ladang minyak lagi akan habis kontraknya, yaitu South and Central Sumatera Block (Medco E&P Indonesia) dan Siak Block (CPI). Tulisan ini mencoba mengupas sedikit potensi ekonomi yang dimiliki Siak Block.
1. Siak Block berlokasi di di Kabupaten Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis, yang dikelola oleh Chevron. Dengan operator PT Chevron Pacific Indonesia dengan luas areal 8.314 km2 (original) dan 2.480,47 km2 (present size).
2. South and Central Sumatera Block berlokasi di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, yang dikelola oleh PT. Medco E&P Indonesia dengan luas areal 10.216 km2 (original) dan 4.451,10 km2 (present size).
 

SEKILAS BLOK SIAK
Ladang minyak Siak Block terhampar pada lima kabupaten yaitu Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis. Eksploitasi Siak Block dimulai CPI pada 1963, dan sejak 1991 kontrak CPI diperbaharui dengan sistem bagi hasil. Siak Block terdiri dari dua lapangan utama, yaitu Lindai Field dan sebagian Batang Field. Produksi Lindai Field sekitar 1.300 barrel of oil per day (bopd) dengan peluang peningkatan melalui penambahan sumur sisipan dan aplikasi teknologi waterflood. Sedangkan Batang Field yang 65% dalam konsesi Siak Block, memproduksi sekitar 1.200 bopd minyak kental/berat, dan dapat ditingkatkan dengan teknologi pemanasan minyak di dalam reservoir, penambahan jumlah sumur, dan merapatkan spacing (jarak pengurasan antar sumur).
Jika dirata-ratakan, produksi Siak Block sekitar 2 ribu bopd. Dibanding Blok Langgak dengan produksi sekitar 800 bopd (data tahun 2013), Siak Block adalah ladang tua yang masih menawan di mata investor. Ada peluang untuk meningkatkan produksi minyaknya dengan mengaplikasikan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), baik dengan injeksi Surfaktan maupun kombinasi Alkalin, Surfaktan, dan Polymer.
 
Sejarah pengelolaan migas di Siak Block memang sudah cukup panjang. Sebagai sumber daya alam migas, Siak Block pada awalnya dikenal sebagai C&T Siak Block. Dimana pada saat itu Pemerintah Indonesia mempercayakan kontrak pengelolaannya kepada Calastic & Topco yang ditandatangani pada tanggal 28 Nopember 1963. Siak Block sendiri terdiri dari 3 lapangan, yaitu Siak Block Area I, II dan III. Jika dilihat cakupan wilayah Siak Block meliputi wilayah di Kabupaten Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kampar, dan Bengkalis. Aktifitas eksplorasi dilakukan pertama kali pada tahun 1966. Pada tahun-tahun berikutnya dilakukan pengeboran eksplorasi di beberapa lapangan (field). Pada tahun 1968 dilakukan eksplorasi di lokasi Siringgo, Mahanto, Gedang, Cabang, dan Manggala. Sedangkan pada tahun 1972 dilakukan pengeboran di Gadang, Gerringgin, Kotalama, dan Rantau.
         
Adapun produksi pertama kali (Put On Production) Siak Block dilakukan setelah sumur South Manggala secara resmi berproduksi pada bulan Mei 1973. Pada tahun-tahun berikutnya kontraktor terus berusaha untuk menaikkan produksi minyak mentah (crude oil) dengan menambah sumur-sumur baru diantaranya di Batang, Kotagaro, Ujung Tanjung, Tanjung Medan, Putih, Ranting, Pukat, Tonga, Cerah, Rintis, Jingga dan Kualu. Setelah masa kontrak pengelolaan berakhir pada tahun 1991, maka Pemerintah memperpanjang kontrak dengan sistem kontrak bagi hasil (Production Sharing Contrak) pada tanggal 28 Maret 1991 dengan nama Siak Block PSC, menggantikan Siak C&T – Contract of Work.

 
POTENSI PENDAPATAN DARI SIAK BLOK
Walaupun produksinya tidak besar, Siak Block tetap menjanjikan pendapatan bagus untuk Riau. Dengan asumsi produksi rata-rata 2.000 bopd, maka merujuk metode penghitungan Rafiq Imtihan (2010), Riau berpeluang meraih keuntungan sekitar US$ 6,094 juta dari Siak Block atau sekitar Rp. 57,8 Miliar per tahun dengan asumsi US$ 1=Rp. 9.500. Dasar perhitungan dan asumsi yang digunakan adalah: harga Sumatra Light Crude (SLC) yang dihasilkan Siak Block sama dengan harga rata-rata SLC enam tahun terakhir (2005-2010) yaitu US$ 78,24 per barrel (data tahun 2013 berkisar US$ 95-100), biaya pokok produksi (BPP) diasumsikan US$ 15 per barrel, bagi hasil 85 % untuk pemerintah pusat dan 15 % untuk kontraktor, dan corporate and deviden tax sebesar 40,5 %. Melihat trend harga minyak yang terus naik dan masih terbukanya peluang meningkatkan produksi, keuntungan berpotensi naik di masa depan.
 
Dinamika Harga Crude Oil Dunia 
 


KAJIAN TEKNIS
Siak Block merupakan wilayah kerja pertambangan yang terpendam dalam Cekungan Sumatra Tengah (Central Sumatra Basin). Dimana cekungan tersebut merupakan salah satu dari tiga cekungan penghasil minyak di Sumatra bagian Timur yang berkembang sebagai cekungan-cekungan sedimentasi yang berada dibagian belakang busur vulkanik. Tiga cekungan yang berada dibelakang busur vulkanik tersebut masing-masing: NSB (North Sumatra Basin), CSB (Central Sumatra Basin) dan SSB (South Sumatra Basin).

Peta Cekungan Indonesia
 

Pemetaan Cadangan Minyak dan Gas di Indonesia
 
Secara teknis Siak Block masih cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Namun karena jumlah cadangan yang semakin menipis, maka proses produksi yang tadinya merupakan primary recovery tidak dapat dilakukan lagi. Primary recovery adalah cara mengambil minyak lewat sumur secara alamiah dengan tekanan reservoir yang ada dengan menggunakan pompa (baik pompa angguk maupun submersible). Untuk meningkatkan produksinya, PT Chevron Pacific Indonesia telah mulai melakukan Enhanced Oil Recovery pada Siak Block berupa secondary dan tertiary recovery. Secondary recovery artinya minyak harus dikeluarkan dari perut bumi dengan bantuan dorongan air (water flood) ataupun gas (gas flood). Sedangkan tertiary recovery (EOR) dilakukan dengan cara menginjeksikan air yang sudah ditambah zat kimia (surfactant), atau menginjeksikan gas yang larut dalam minyak. PT CPI selama ini telah melaksanakan Enhanced Oil Recovery dengan menggunakan surfactant-Polymer di lapangan Minas, tetapi hasilnya memang belum maksimal.

Mekanisme Recovery Minyak Bumi
 
 
Dengan demikian jika masyarakat Riau akan mengelola dan mengembangkan Siak Block, maka harus dipersiapkan dengan matang konsep Enhanced Oil Recovery yang akan dilakukan untuk memaksimalkan produksi minyak. Salah satu karateristik industri hulu migas adalah adanya biaya, teknologi dan risiko yang tinggi dalam pengelolaannya. Sehingga dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery maka perlu dipersiapkan teknologi dan biaya yang tidak sedikit.

Metode Metode Teknologi EOR

Hal-lain yang perlu menjadi perhatian dalam pengelolaan Siak Block adalah adanya beberapa tantangan yang bersifat teknis operasional, diantaranya:
Pertama, dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi tinggi untuk mengelola suatu blok minyak.
Kedua, Siak Block merupakan ladang minyak yang relatif tua dengan kondisi yang mature sehingga diperlukan investasi yang besar, model bisnis yang baru dan teknologi yang cukup kompleks (complicated). EOR merupakan teknologi yang tepat dalam menaikkan produksi minyak Siak Blok
Ketiga, Fasilitas produksi yang ada sekarang sudah tua. Sehingga diperlukan revitalisasi pada seluruh fasilitas produksi agar dapat berproduksi secara maksimal.
Keempat, Fasilitas produksi yaitu pasokan listrik dan pipa distribusi produksi ke Dumai masih tergantung pada PT Chevron Pacific Indonesia. Tetapi masalah ini bisa diselesaikan dengan negosiasi dengan PT Chevron Pacific Indonesia tentang sewa pipa dan pembelian energi listrik dari PT Chevron Pacific Indonesia.
Kelima, proses pembebasan lahan untuk lokasi pemboran sulit dilakukan karena harga yang tidak standar yang mengakibatkan biaya pembebasan yang sangat tinggi dan memakan waktu lama. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan directional drilling dan horizontal drilling.
 
 
SUMMARY
Dalam kondisi ketersediaan sumber daya minyak dan gas bumi yang semakin menipis maka kegiatan eksplorasi dan pemanfaatan dan pengelolaan minyak dan gas bumi yang dimiliki masyarakat Riau menjadi penting. Sebagai daerah yang memiliki cadangan minyak dan gas bumi, Provinsi Riau masih memiliki potensi besar untuk melakukan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi merupakan industri yang berbasis sumberdaya alam yang hendaknya dilakukan secara optimal dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Riau.
 
Riau masih memiliki potensi sumber daya alam migas yang cukup besar. Sampai dengan saat ini, Riau menjadi propinsi pemasok minyak terbesar di Indonesia (sekitar 45% dari sekitar 900 ribu barrel/hari keseluruhan total produksi minyak Indonesia). Kabupaten Bengkalis memberi kontribusi 90% dari total minyak di Riau, yang dioperasikan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Hasil eksplorasi minyak ini telah menempatkan Riau sebagai salah satu daerah yang penyumbang devisa terbesar bagi negeri ini. Salah satu wacana untuk meningkatkan penerimaan bagi daerah penghasil minyak dan gas bumi adalah dengan meningkatkan peran daerah dalam pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi. Salah satu cara bagi daerah untuk dapat meningkatkan peran dalam industri migas adalah dengan menjadi Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).
 
Intinya, siapapun operator pengelolaanya nanti harus berupaya dan memiliki komitmen yang tinggi untuk menaikkan produksi di blok siak ini. Baik komitmen modal, SDM yang kuat, dan hasilnya benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Riau khusunya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Harus diingat, ketika tulisan ini saya rangkumkan (20 November 2013) masa blok siak tinggal 7 hari lagi menuju habis kontraknya tanggal 27 November 2013. Jangan sampai blok siak terhenti/stop sementara waktu gara-gara belum adanya keputusan yang jelas dari pemerintah pusat (ESDM). Karena apabila sampai sumur-sumur minyak tersebut dimatikan sementara waktu, maka untuk menaikkan produksinya akan sulit lagi.
 
 
Oleh : Zulfikar, ST (Professional Petroleum Engineer-CEOR)
           dirangkum dari beberapa sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar