Kamis, 24 Oktober 2013

STUDI LABORATORIUM SCREENING CHEMICAL EOR SURFAKTAN

          Studi laboratorium untuk penentuan rancangan fluida injeksi kimia diperlukan sebelum implementasinya di lapangan minyak. Untuk meningkatkan produksi suatu lapangan minyak, perlu dilakukan serangkaian studi yang meliputi beberapa tahap pekerjaan, seperti screening surfaktan, screening alkalin, pencampuran alkaline-surfaktan, dan core flooding. Screening surfaktan dilakukan untuk memastikan kandidat surfaktan yang digunakan cocok (compatible) dengan air formasi. Screening alkaline dilakukan untuk memberikan nilai salinity yang optimum bagi surfactant untuk menunrunkan tegangan antar muka (IFT) antara minyak dan air. Dengan demikian, kombinasi antara surfaktan dan alkaline nantinya dapat mengoptimalkan injeksi kimia yang akan kita design.
Injeksi kimia merupakan teknologi EOR yang sangat menjanjikan, terutama pada lapangan-lapangan dangkal yang tidak mungkin dilakukan injeksi gas CO2 atau N2 karena tekanan rekahnya yang rendah. Data-data lapangan membuktikan injeksi kimia sebagai cara efektif untuk me-recover minyak yang masih tersisa. Hasil evaluasi penelitian laboratorium secara mendetail juga mendukung kelayakan injeksi kimia. Apalagi, chemical yang digunakan sekarang ini terbukti mampu bekerja lebih efektif pada konsentrasi 10 kali lipat lebih rendah dibanding chemical hasil penemuan terdahulu. Tentu saja ini menjadi hal yang penting karena berarti chemical cost menjadi lebih rendah. Injeksi kimia dilakukan dengan menginjeksikan chemical seperti surfaktan, polimer dan alkali baik secara sendiri, gabungan atau berkelanjutan pada sumur-sumur tua yang diyakini masih mengandung minyak potensial. Material tersebut menyebabkan perubahan pada interaksi batuan dengan fluida dan meningkatkan recovery factor meningkat pada daerah kontak reservoir. Sebelum implementasi injeksi kimia dilaksanakan di lapangan minyak, perlu dilakukan beberapa tahap studi laboratorium. Pada lab EOR screening ini, chemical yang digunakan adalah gabungan surfaktan dan alkaline. Oleh karena itu, tahapan studi yang dilakukan adalah screening surfaktan, screening alkalin, pencampuran surfaktan dan alkaline, dan yang terakhir dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kinerja chemical yang digunakan adalah core flooding.
 
 
SCREENING SURFACTANT
          Surfaktan adalah senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik dimana apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, dapat merubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Untuk meningkatkan recovery minyak secara optimum, sejumlah uji terhadap surfaktan dilakukan di laboratorium seperti uji kompatibilitas, uji pengukuran IFT, uji kestabilan terhadap panas, uji filtrasi dan uji adsorpsi sebelum implementasi injeksi surfaktan di suatu lapangan minyak.
 
Gambar 1. Overview Surfaktan (Sumber Pribadi)
 

Gambar 2. Beberapa Sample Surfaktan 
 
 
1. Uji Kompatibilitas Surfaktan
Uji kompatibilitas merupakan uji screening paling awal untuk mengetahui apakah suatu jenis surfaktan compatible dengan air formasi dari reservoar suatu lapangan minyak. Surfaktan-surfaktan tersebut dilarutkan dalam air formasi lapangan, dengan konsentrasi 0.1%, 0.2%, 0.3%, 0.5%, dan 1.0%. Kemudian masing-masing larutan dimasukkan dalam tabung, dan dilakukan pengamatan tiap waktu tertentu.
 
2. Phase Behavior Test
Uji kelakuan fasa bertujuan untuk melihat besar nilai salinitias optimum dan kelarutan surfactant terhadap sample minyak. Dengan phase behavior test ini kita juga dapat menghitung besarnya IFT yang di bentuk oleh surfactant yang kita uji. Banyak di beberapa paper SPE menyebutkan bahwa phase behavior test ini merupakan tahapan test yang lebih cepat dan memudahkan dalam menentukan nilai IFT dan efektifitas performance larutan surfactant yang kita screen.

Gambar 3. Diagram Pseudoterner Brine-Surfaktan-Minyak
Dalam proses EOR, bagian penting Diagram Terner adalah daerah tiga fasa. Bentuk umum diagram terner tersebut dapat diklasifikasikan sebagai: tipe II(-), yaitu emulsi fasa bawah dan kelebihan fasa minyak; tipe II (+), yaitu emulsi fasa atas dengan kelebihan fasa air; dan tipe III, yaitu mikroemulsi fasa tengah. Dengan uji kelakuan fasa ini, kita dapat mendapatkan informasi data salinity optimum ketika surfactant membentuk fasa III, yang mana secara betuk microemulsi yang terbentuk secara analitik akan memberikan nilai IFT yang kecil sesuai standar chemical EOR surfactant yang mana nilai IFT nya 1 x 10-3 mN/m.
 
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar muka (IFT) minyak-air ketingkat yang lebih rendah. Sedangkan campuran surfaktan-air-minyak dapat membentuk emulsi fasa bawah (larut dalam air), emulsi fasa tengah (disebut mikroemulsi, larut dalam fasa minyak dan air) dan emulsi fasa atas (larut dalam minyak). Yang menjadi perhatian dalam kegiatan EOR injeksi surfaktan adalah terbentuknya mikroemulsi akibat proses emulsifikasi atau percampuran. Pada kondisi mikroemulsi, salah satu fasa menjadi fasa kontinyu (fasa external) dan yang lain membentuk butiran (fasa diskontinyu).
Gambar 4. Uji Phase Behavior
 
3. Uji Tegangan Antar Muka (IFT)
      Tegangan antar muka (interfacial tension, IFT) antara minyak dan mikroemulsi merupakan salah satu paremeter utama dalam EOR. Tegangan antar muka tersebut harus dikontrol dan ditentukan sebelum slug mikroemulsi digunakan untuk proses EOR. Pengukuran nilai tegangan antarmuka menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer pada suhu sekitar 60oC. Indikasi dari kinerja surfaktan adalah menurunnya tegangan antarmuka minyak-air, semakin rendah semakin baik. Nilai IFT yang sekarang ini diyakini bagus agar surfaktan disebut layak untuk diinjeksikan adalah sekitar 10-3 Dyne/cm.

Gambar 5. Spinning Drop Tensiometer
4. Uji Thermal Stability
     Setelah dilakukannnya uji tegangan antar muka (IFT) surfaktan dengan minyak dan air, maka surfaktan yang memiliki nilai IFT yang rendah sesuai syarat EOR yaitu 1 x 10-3 mN/m, maka dilanjutkan dengan melakukan uji thermal stability. Uji thermal stability dilakukan untuk mengetahui ketahanan surfaktan terhadap panas. Surfaktan yang bagus, kinerjanya akan tetap stabil oleh pengaruh panas. Uji ini dilakukan dengan cara memasukkan larutan pada botol borosilikat yang tertutup rapat kemudian diletakkan pada oven pada temperatur reservoir, yaitu 60oC. Tiap waktu tertentu dilakukan pengamatan. Diharapkan hasil pengamatan stabil yang berarti surfaktan tidak rusak oleh panas.
5. Filtration Test
     Uji filtrasi dilakukan dengan melewatkan 100 ml larutan surfaktan melalui membran saring ukuran 0,22 mikron dengan diberi tekanan. Setiap 10 ml larutan surfaktan yang yang melewati kertas saring, dicatat waktunya. Kemudian dibuat grafik volume (ml) versus waktu (detik). Semua larutan surfaktan menunjukkan garis lurus, yang berarti laju alir konstan yang mengindikasikan tidak adanya penyumbatan pada saat melewati membran saring. Hasil ini harus dipenuhi agar suatu jenis surfaktan dinyatakan layak untuk diinjeksikan ke dalam batuan.
6. Uji Adsorpsi
      Ada 2 tipe uji adsorpsi, yaitu adsorpsi statik dan dinamik. Sebagaimana namanya, adsorpsi static dilakukan pada keadaan statik/diam, sedangkan adsorpsi dinamik, sebaliknya, surfaktan diinjeksikan pada core. Kemudian diukur konsentrasinya. Jika konsentrasi setelah proses adsorpsi berkurang banyak, maka jelas akan sangat mengurangi kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dan batuan. Karena berarti chemical loss yang tinggi.
Gambar 6. HPLC
 
     Hasil uji adsorpsi tersebut dianalisa dengan menggunakan alat HPLC (High Pressure Liquid Chromatography). Nantinya dri alat ini diperoleh grafik yang menunjukkan konsentrasi setiap komponet larutan yang keluar dari core. Nah nantinya dari data tersebutlah kemudian kita hitung nilai adsorpsi surfaktan terhadap batuan core reservoir.
 
CORE FLOODING
            Dari serangkaian screening lab EOR yang telah dilakukan, maka dipilihlah jenis surfactant terbaik yang menghasilkan nilai IFT yang sesuai dengan ketentuan untuk EOR chemical injeksi yaitu 1 x 10-3 mN/m. Lalu surfaktan tersebut diinjeksikan ke batuan core untuk melihat berapa persen kemampuan surfaktan dalam merecover minyak.
 
 
by: Zulfikar (Petroleum Engineer-CEOR)